Sebagai seorang bangsawan – bangsane tangi awan (orang yang bangunnya siang -jw), aku meninggalkan kebiasaan sarapan sudah belasan tahun. Terakhir rutin sarapan adalah sewaktu SD.
Semakin bertambah umurku, semakin tidak karuan juga jam bangun pagiku. Ditambah aktivitasku sebagai orang IT yang jam hidupnya terbalik. Bagaimana tidak, subuh aku baru berangkat tidur, bangun sudah jam 11 siang. Dengan badan yang masih tak karuan pula karena semalaman hanya duduk dan ngopi, nafsuku untuk langsung menyantap makanan setelah bangun tidur adalah nihil.
Keadaan ini berlangsung dari kuliah sampai bekerja. Di pekerjaanku, aku mempunyai kartu bebas untuk masuk siang! Semestapun terlihat mendukungku. Aku baru masuk kantor jam 11 siang atau malah setelah jam makan siang! Dunia ini indah, Jendral!
Baru kusadari, sebenarnya kartu bebas itu semakin menguburku dengan liat. Aku semakin serampangan menjaga kondisi badanku. 5 cangkir kopi sehari kutandaskan baik dengan kondisi perut terisi atau tidak. Bagaimana dengan asupan air putih? Maaf, untuk periode itu, air putih tak ada dalam kamusku. Selain kopi, minuman kesukaanku adalah teh hangat. Kamu pernah merasakan perutmu melintir karena meminum teh nasgitel dengan kondisi perut kosong? Aku pernah! haha
“Mas Andre sekarang sarapan terus, apa mau nggemukin badan?”
6 bulan belakangan nampaknya pola hidupku sudah mulai kembali di jalan yang benar. Aku sudah mengurangi waktu begadang. Dalam sebulan, aku hanya begadang 2 atau 3 hari saja. Berarti selebihnya aku tidur dengan normal! Aku berangkat tidur di jam 12 malam lalu paginya bangun jam 6 pagi lalu baru turun dari tempat tidur 1 jam setelahnya.
Dengan jam tidurku yang baru, tanpa dibuat-buat, perutku di pagi hari sudah meronta-ronta minta di isi. Sehari dua hari, aku menganggap perubahan sikap perutku ini hanya kebetulan saja. “Ah tahan dulu, nanti sekalian makan siang!”
Namun kenyataannya aku tak kuasa menahannya! Baru jam 10.30 siang aku sudah memimpikan warung nasi padang! hahaha
Aku mulai mengikuti sikus pencernaanku yang baru. Rasa malas bangun pagi kuhilangkan demi membeli/membuat sarapan! Aku bersyukur dengan kondisi perutku yang tidak berpenyakit seperti maag atau penyakit perut lainnya setelah beberapa tahun aku “menghajar” perutku dengan nistanya.
Aku membeli sereal sachet dan roti untuk sarapan simple-ku. Aku mulai menjaga ketergantunganku dengan kopi di pagi hari dan menggantinya dengan sereal. Sambil kunyalakan music player-ku, kunikmati betul pagiku yang baru dengan cangkir berisi 2 sachet sereal hangat serta mulutku asyik menggigit roti. Sengaja kupilih roti yang bertekstur lembut dengan keju/daging di dalamnya untuk memberi sensasi hangat di pagi hari.
Jika perut terasa penuh karena malam harinya santapanku terlalu bikin kenyang, kuganti sereal dengan teh manis hangat. Tak ada beda, karena aku sangat menikmati aktivitas nyruput teh melati.
Jika tak sempat?
Tenang! Tuhan tidak menciptakan kita seorang diri. Burung pipit saja dipelihara-Nya, begitu juga aku, manusia yang berjalan ke kantor dengan kondisi perut kerontang! Di jalan, dengan rute searah dengan kantorku, kutemui penjaja pecel sayur. Pecel-bihun dengan sambel kacang yang gurih-pedas itu kutambah tempe goreng untuk kemudian kubungkus lalu kutandaskan di kantor.
Kebiasaanku dicium teman sekantor, dia menanyakan padaku apakah aku sedang berusaha menambah berat badanku? Hanya kubalas dengan senyum saja.
Temanku yang lain ketika kupameri pecel di grup WhatsApp berujar, “Itu apa tidak kotor? Dipikul dan digelar di pinggir jalan yang tentu saja akan tertempel debu jalanan!”
Persetan dengan kotor atau debu! Bagiku, isu higienis hanya dimiliki orang yang sok “metropolitan”. Menurutmu, orang kaya Jakarta itu diabetes karena apa? Karena mereka doyan makan pecel? Tidak! Makanan mereka lebih bernilai, mungkin berkali-kali lipat daripada sebungkus pecel jalanan yang kutebus dengan harga 7000 rupiah saja! Standar kebersihan pasti terjaga 100%! Tapi lebih daripada itu, mereka kukira sangat rakus kalau makan! Sebagai contoh, masuklah restoran chinese food kelas wahid, amati cara mereka makan. 🙂
Sebaliknya, aku tidak pernah merasa sakit perut atau melihat orang mendadak mati dengan mulut berbusa hanya karena mengudap pecel jalanan. Tiap kali aku makan, tak lupa kububuhkan doa dan berterimakasih kepada sang Esa bahwa aku sudah diberi rejeki, dicukupkan makan minumnya dan sekarang aku sudah diberikan pagi dengan perut yang lapar.
Piye? Wis sarapan? Ketan juruh enak ki! Ya apa ora? 😉
“Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”
— Puji Syukur no. 12
duh sarapan. sesuatu yang jarang banget dilakukan sejak hidup sendiri jaman kuliah. secaraaa bangun selalu kesiangan. kalopun kepagian, pasti tidur lagi terus kesiangan hahaha.
tapi bener sih, sarapan itu walo dikiiit, penting buat jaga badan. biar badan ada energi sampai makan siang. sayangnya, sarapan masih aku rapel sama maksi, kadang dirapel sampe sore kalo lagi males.
yok ah rajin sarapan biar sehat!