Seperti tulisanku sebelum ini, untuk menuju ke kantor harus kutempuh dengan 2 moda transportasi. Commuterline dan Kopamilet Jaya.
Saat pulang, dari kantor aku menaiki Kopamilet Jaya untuk menuju stasiun. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 1 jam. Lama kan?
Di satu jam itu, sedikitnya kutemui 4 sampai 5 pengamen dalam berbagai bentuk yang turun naik di Kopamilet. Kok berbagai bentuk? Iya, karena mereka ada yang bernyanyi, bernyanyipun ada yang memakai gitar atau hanya dengan bertepuk tangan. Ada pula yang berpantun lalu ada pula yang hà nya bercerita.
Tak ada satupun yang kuberi barang 500 perak. Kenapa? Mereka tidak niat! Memainkan gitar ala kadarnya, berpantun dan berceritapun tak jelas apa maksudnya.
Aku memang tak pernah memberi materi pada pengamen. Pelit? No! Saat ada yang benar-benar niat dan aku menikmati lantunan suaranya, aku merekamnya hingga saat malam hari tiba dimana aku melakukan doa malam. Akan kusebut pengamen tadi dan kuminta daripada-Nya agar si pengamen itu diberikan pekerjaan yang lebih ‘keren’ dan dicukupkan. Misalnya ada audisi pencarian bakat lalu pengamen itu atas restu dari sang Esa diloloskan lalu menjadi penyanyi profesional. Keren bukan?
Nah, kalau pengamennya tidak niat, apa tak tau malu saya untuk mendoakannya sama dengan pengamen yang niat tadi? Aku percaya, bahwa segala sesuatu dapat ditakar dalam perkara-perkara kecil. Jika niat saja tipis, mana mungkin aku mempercayainya mempunyai niat yang lebih tebal untuk lain hal?
Atau, tanpa niat dan usaha hujan uang tiba-tiba bisa jatuh dari langit-langit angkot!?