Hape Cina

Saya pengguna Android, dan cukup sering berganti handset. Pun dengan jenamanya, setidaknya ada 5 pabrikan yang telah kucicipi produknya: Sony Ericsson, Samsung, Huawei, LG, Asus dan yang terakhir Xiaomi. Rata-rata memiliki spesifikasi mid-end, spesifikasi yang tidak terlalu wah namun juga tidak memiliki spek yang minim. Hanya pernah sekali memiliki handphone Android yang dilabeli flagship. 

Setelah menjajal beberapa gawai dari masing-masing pabrikan itu, saya membaginya menjadi 2, handphone dari pabrikan mapan (Sony Ericcson – sekarang jadi Sony, Samsung, LG) dan handphone cina (Huawei, Asus dan Xiaomi).

xiaomi-mi4i

Tentang kenyamanan, saya tak memungkiri kalimat “Ada harga, ada rupa”. Jika ada kata “Overpriced!” itu soal lain. Dan sebenarnya soal harga ini, menurutku adalah persoalan yang relatif. Mahal dimananya?

Ketika pasar gawai sekarang sedang digoyang oleh serbuan hape cina yang dibandrol lebih murah setengah harga dari handphone-handphone yang diproduksi oleh pabrikan mapan, beberapa orang mulai melabeli handphone dari pabrikan mapan dengan: “Kemahalan!”. Tak salah, karena memang sudah ada pembandingnya.

Namun benarkah kemahalan? Atau yang murah juga tak luput dari cacat?

Begini, menurutku “mahal” itu dikaitkan 2 hal. Soal prestige dan kenyamanan. Dan soal harga secara keseluruhan, setiap produk turut membawa kompromi yang tersemat di label harganya.

Handphone besutan Samsung, Sony Ericsson dan LG sepanjang saya memakainya, saya tak pernah kerepotan dalam masalah stabilitas software. Jika dibandingkan dengan Huawei, Asus dan Xiaomi yang hampir setiap minggu ada pembaharuan software yang bagi sebagian orang ini cukup merepotkan. Karena proses update-nya rata-rata menggunakan OTA (Over the Air). Proses update yang menggunakan jaringan internet untuk mendapatkan software terbaru.

Soal kecepatan dan sebarang internet di Indonesia masih jadi persoalan klasik, kan?

 

Baca juga: Kenapa (kembali ke) Android?

 

Bak buah simalakama, jika pengguna tidak melakukan update, pengguna mungkin tidak bisa menikmati fitur-fitur baru atau tidak bisa mendapatkan perbaikan dari bug atau permasalahan yang ada di versi yang sekarang. Jika mau melakukan update, pengguna harus bermain matematika dengan jumlah kuota, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses unduhan dengan kecepatan unduh mereka dan soal teknis cara melakukan pembaharuan sistem dari yang baru saja diunduh. Kalau tidak tepat bisa saja handphone pengguna akan nge-brick atau bootloop!

Ketika sudah berhasil diperbaharui, pengguna mungkin akan mendapati masalah yang lama terselesaikan di versi ini. Namun banyak juga yang mendapati persoalan lain yang di versi sebelumnya masalah ini tidak pernah ditemukan!

Lihat berapa banyak ROM resmi dan cutom ROM list yang bisa dijalankan oleh XIaomi Mi4i

Lihat berapa banyak ROM resmi dan cutom ROM list yang bisa dijalankan oleh XIaomi Mi4i

 

Sedangkan tidak semua pengguna adalah tipe pengguna yang “advanced”, pun juga waktu yang dipunyai untuk mengoprek Android mereka.

Perbedaan dengan handphone yang dicap “Overpriced” tadi adalah soal kenyamanan. Setauku LG dan Samsung tidak “mengobral” pembaharuan. Bahkan 1 tipe handphone hanya akan mendapat 1 kali peningkatan OS atau bahkan tidak mendapat peningkatan sama sekali. Mungkin ini sudah dipikirkan oleh produsennya. Mereka tidak mau berkompromi dengan masalah-masalah yang timbul dengan pembaharuan OS ataupun sistem. Spesifikasi handphone baik dari segi perangkat keras maupun piranti lunak sudah diperhitungkan sebelum di rilis ke khalayak.

Segmentasi harga yang sudah dikompromikan dari segi kualitas dan kenyamanan lalu dipadupadankan dengan aspek estetis dan build quality. Samsung Galaxy A5 misalnya, dengan harga kisaran 5 juta, jika dikomparasikan dengan Xiaomi Mi4i, secara spesifikasi hardware, A5 kalah telak! Namun dengan baterai dengan kapasitas jauh di bawah Mi4i, daya tahannya lebih awet A5! Mengusung Super amoLED Display khas Samsung, display A5 juga patut dipujikan. Meski lagi-lagi secara spesifikasi, kerapatan piksel (ppi) yang dihasilkan Mi4i lebih rapat.

Bentuk fisik dari A5 juga lebih mewah. Balutan metal membuatnya solid serta bentuknya yang tipis membuatnya sangat nyaman saat digenggam.

Kestabilan software besutan Samsung menurutku jauh lebih baik. Racikan antara hardware dan software-nya memberikan pengalaman memakainya (experience) jauh lebih nyaman. Pengalaman yang solid ini adalah harga yang harus dibayar!

Bagiku, tak adil jika kita mencap produk hanya dari segi harga. Samsung, Sony dan LG mungkin hanya akan dilabeli handphone yang overpriced, namun jajaran hape cina juga punya banyak cibiran: handphone setrika (karena panas), produk gagal, dan handphone-nya orang nganggur! (karena penggunanya akan sibuk memformat ulang handphone dan berganti-ganti ROM)

Handphone bukan hanya perkara harga, handphone murah atau handphone mahal. Namun soal performa software, build-quality dan experience adalah hal yang juga harus diperhitungkan. Mau yang mapan dan tidak merepotkan atau hanya mau terus menerus memperbaharui sistem dan sibuk keluar masuk forum hanya untuk menanyakan “Rom yang ini panas ga? Gimana, kameranya masih banyak semutnya, ga? Game COC ga bisa jalan! T_T”

Euforia handphone murah ini akan berlangsung lama? Karena sampai sekarang, yang kulihat, Samsung, LG dan Sony tak bergeming dengan ikut-ikutan mengobral harga handphone mereka.

Hmmm.. Kita lihat saja… 😀

7 Comments Hape Cina

  1. Pingback: Rejeki Awal Tahun: Galaxy Note 5! - (Bukan) Review

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *